Sejarah Kabupaten Kabupaten Deiyai
Sejarah Kabupaten
Paniai, diresmikan menjadi kabupaten administratif pada bulan Oktober 1996, berdasarkan UU No.45 Tahun 1999, bersamaan dengan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Tengah, dan tiga kabupaten Kabupaten Paniai, kabupaten Mimika, Puncak Jaya dan Kotamadya Sorong. Terhitung sejak itu 1996-2009 masih berumur jagung.
Blasius Pakage Siapkan jalan menuju kemandirian Deiyai
Berikut wawancara Eklusif Drs. Blasius Pakage, penjabat bupati Deiyai dengan penulis.
Kabupaten Paniai sebelum dimekarkan memiliki 3 wilayah pembangunan, yakni wilayah pembangunan I meliputih sekitar danau Paniai, wilayah pembangunan II meliputi lima distrik di sekitar danau Tigi yang kini menjadi kabupaten Deiyai. Wilayah pembangunan III meliputih 6 distrik wilayah Moni yang kini menjadi kabupaten Intan Jaya. Kata mantan asisten tata praja setda Paniai itu, derap gerak selama selama 14 tahun berjalan kabupaten Paniai terkesan mengalami perubahan yang sangat signifikan dalam merubah wajah kabupaten yang memiliki tingkat kesulitan medan yang tinggi. Dengan tingkat jangkauan pemerintahan itu pemda kabupaten Paniai berjuang.
Wajar kalau banyak orang mengintrepretasikan bahwa Paniai mengalami kemunduran, tapi mesti dipahami bahwa pembangunan tidak bisa dilihat dalam satu-dua tahun, papaya. Berbagai gejolak medan menjadi hambatan dan kesulitan dalam memajukan daerah itu. Jika ditinjau dari aspek perkembangan pemerintah kabupaten Paniai sudah ada sejak jaman Belanda (afdeling) yang berpusat di Tigi dan Enarotali. Paling tidak masyarakat telah mengetahui pentingnya kehadiran pemerintah.
Tentunya bagi masyarakat Paniai lama (Intan Jaya dan Deiyai) mengenal bahwa kehadiran pemerintah akan memperpendek rentang kendali pemerintah. Wilayah Deiyai memiliki keunikan dan tipologi yang tidak sama dengan masyarakat wilayah lain. Masyarakat Tigi masih lugu menganut nilai-nilai adat dan agama. Masyarakat itu sebelumnya memiliki filosofi budaya yang identik dengan ajaran agama, sehingga seluruh irama hidup mereka lebih pada tetua-tetua agama dan adat. Mencermati pola hidup demikian, pemekaran akan mengoncangkan pandangan hidup itu dan akan bertolak belakang dengan pandangan hidup yang telah lama dianut. Masyarakat itu akan mengalami trasisi hidup jika para pemimpin dari semua KSPD itu mengadopsi pandangan hidup luar melalui program pembangunan untuk diterapkan dalam pelayanan masyarakat wilayah pemekaran itu. Kehadiran misionaris sejak 1932 di Paniai Tigi menandakan bahwa manusia yang ada di sana dipagari dengan kebenaran, keadilan, kejujuran, dan kedamaian. Kedatangan pekabar Injil ditanah Paniai hanya mengiyakan atas ajaran-ajaran yang ada disana. Berangkat dari pemahaman dimaksud, maka Paniai dan dan dua wilayah pemekaran mesti dibangun dengan konsep atau pendekatan budaya dan agama. Setelah menyimak perjalanan dan derap langkah perkembangan yang digalakkan selama ini pemerintah selalu di hadapkan pada kesulitan jangkau yang berbuntut pada penilaian yang buruk dialamatkan kepada pemerintah kabupaten.
Sejak pemekaran (1996) banyak indikasi bahwa pemerintah tidak berhasil dalam membangun daerah ini. Namun mesti dipahami bahwa berbagai faktor pendukung yang kurang memadai. Solusi yang ditempuh oleh pemerintah kabupaten untuk mengoptimalkan pembangunan adalah melalui pemekaran. Wilayah kabupaten Deiyai tidak mengalami tingkat kesulitan dalam memajukan dan melayani masyarakat yang ada di kabupaten Deiyai.
Siapkan Deiyai
Penjabat bupati Deiyai memiliki tiga tugas selama setahun akan berjalan. Sejak dilantik sebagai penjabat oleh negara melalui Mendagri memberikan kepercayaan guna menahkodai Deiyai dengan tiga tugas utama yakni: membentuk kelembagaan birokrasi, mempersiapkan insfrastruktur, dan membentuk lembaga KPU. Rasanya tiga tugas ini tidak akan terselesaikan jika tidak didukung oleh semua komponen masyarakat yang ada di wilayah itu. "Saya mempersiapkan jalan menuju kemandirian Deiyai ke depan, ujaya seraya membayangkan kondisi wilayah Tigi.
Blasius yang juga mantan Kabiro pembinaan Moral dan spritual Provinsi Papua itu menandaskan, bahwasa pembangunan di wilayah Deiyai mesti keterlibatan semua komponen, dalam meletakkan dasar-dasar pembangunan. Jika tidak ditopang oleh masyarakat maka pembangunan akan sia-sia, sebab pada perinsipnya masyarakat sebagai subyek yang diperintah oleh pemerintah sebagai fasilitator dengan konsekuensinya adalah memberikan ruang dalam pembangunan agar mereka berparsitipasi dalam membangun dan memajukan daerah bersama bergandengan tangan untuk menyambut kabupaten denitif.
Secara pemerintahan ungkap Penjabat bupati Deiyai juga mantan kepala Distrik Bade itu kabupaten Deiyai, terdiri dari lima distrik, yakni distrik Tigi, distrik Tigi Timur, distrik Kapiraya, distrik Tigi Barat, distrik Bouwobado, katanya, lima distrik itu yang sulit dijangkau adalah distrik Kapiraya dan Bouwobado, sedangkan tiga distrik lainnya, Tigi barat, Tigi dan Tigi Timur mudah dalam mengakses pembangunan sebab berada pada posisi jalur transportasi yang tidak sulit, baik jalur udara dan juga jalur transportasi darat.
Membangun atas dasar agama dan budaya
Masyarakat Wilayah Deiyai (Tigi) menerima agama sejak tahun 1932, Pater Tillemans menginjakkan kaki saat itulah masyarakat telah menyatukan hidup mereka dengan pandangan dan ajaran, sebab dilandasi oleh nilai-nilai luhur budaya yang sangat identik dengan firman Tuhan.
Antara dua ajaran ini memiliki keterkaitan. Oleh sebab itu dalam filosofi hidup manusia Mee yang berdiam disekitar danau Tigi dan sepanjang kali Yawei itu menganut pandangan hidup yang tidak bisa lepas dari dua konsep hidup itu. Teyata nilai-nilai luhur agama dan budaya oleh penjabat Bupati Deiyai Drs. Blasius Pakage, dijadikan sebagai suatu landasan untuk mengacu pembangunan di wilayah Deiyai (Tigi).
Saya mengajak kita semua membangun Deiyai dengan berlandaskan nilai-nilai agama dan budaya, pungkasnya dengan nada optimis. Mencermati kondisi masyarakat Deiyai (Tigi) yang memiliki falsafa hidup demikian, maka pola hidup masyarakat pun ikut terbentuk dengan tradisi yang amat kuat sebab kondisi daerah yang dipagari oleh sejumlah lereng bukit dan gunung itu secara alamiah mengumpulkan manusia Mee yang berdiam itu Tigi dalam satu kesatuan yang utuh dan bulat sehingga kekerabatan hidup mereka sangat solid dalam mempertahankan eksistensinya sebagai manusia Mee. untuk itulah Pakage mencanangkan program Pertanian, Perikanan, Peteakan, dan Perindustrian serta Pendidikan (P4) sebagai program pembangunan dalam memajukan wilayah itu.
Gaya hidup masyarakat deiyai dalam mempertahankan hidupnya selalu bertalak dari perkebunan, pertanian, perikanan, dan perindustrian. Masyarakat lebih cepat berkembangan jika potensi yang dimiliki itu difasilitasi oleh pemerintah daerah Deiyai. Karenanya saya lebih serius mengembangkan potensi masyarakat yang sudah ditekuni sejak lama, tandasnya.
Pada akhir acara Selain nama baptis, penjabat bupati Deiyai juga diberikan nama adat yakni, Drs. Blasius Gaai Douby Pakage. Acara inisiasi tersebut dilakukan guna mengakui pemimpinnya mereka yang dalam pelayanan lebih mendekatkan diri kepada masyarakat. Sebelum Pengakuan sebagai anak adat para penari adat juga melakukan sejumlah inisiasi lain yang di sejumlah tempat.
Para pejabat diharapkan bangun honay di Waghete
Sebelum para pejabat eselon II, III dan IV, para pejabat segera membangun honay di ibukota kabupaten Deiyai di Waghete. Sebab pengalaman telah membuktikan para pejabat kerap kali keluar daerah dengan berbagai alasan akibatnya menelantarkan tugas dan tanggungjawab serta pelayanan kepada masyarakat subyek pembangunan.
Demikian penegasan Penjabat Bupati Deiyai Drs. Blasius Pakage dalam rapat umum yang dihadiri oleh seluruh elemen masyarakat Deiyai Kamis kemarin. Peyataan tersebut didukung oleh seluruh komponen yang ada di wilayah Deiyai.
Sebelum dilantik sebagai pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten Deiyai, segera membangun Honay agar tidak menelantarkan rakyat dalam pembangunan, papar bupati yang di perkuat oleh para tokoh intelektual Manfred Mote, S.Fil dan Yan Giyai, S.Sos. MT. Bupati Deiyai menyebutkan persoalan yang selalu mengorbankan rakyat adalah akibat para pejabat yang ke luar daerah tanpa alasan yang jelas. Entah dengan kesehatan keluarga (anak, istri) ataupun urusan dinas yang tidak jelas. Upaya pemerintah dari awal kita tegakkan, soalnya meletakkan dasar pembangunan yang nantinya lanjutkan oleh pemimpin yang akan mengantikannya, tutuya di hadapan ratusan masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut di ruang kelas SD Negeri Waghete, Kamis kemarin.
Kata Pakage, saat inilah kita mulai membangun dan meletakkan fondasi dasar yang kuat. Sekalipun harus dimulai dari nol dan dalam kondisi ini diharapkan dukungan moril semua komponen. Pada kesempatan yang sama Markus Kotouki, tokoh Masyarakat Tigi menilai pertemuan tersebut memiliki nilai positif untuk membagi pemahaman agar masyarakat Tigi mengerti akan pentingnya pembangunan. Pembangunan akan meningkat jika ada dukungan semua stacholder. Sebab itulah Markus mengharapkan agar rakyat Deiyai bersatu untuk menyerahkan lokasi pembangunan kantor Bupati Deiyai.
Senada juga dilontarkan Linus Doo tokoh Masyarakat Tigi Timur dalam pertemuan tersebut, bahwa terkait dengan pembangunan kantor bupati rakyat yang notabenennya adalah pemilik ulayat tidak boleh berpolemik sebab ujar Doo yang juga mantan DPRD Kabupaten Paniai pembangunan demi kepentingan masa depan generasi muda. Acara pertemuan pertama yang dipimpin langsung oleh bupati Deiyai itu dihadiri oleh para kepala Kampung lima Dustrik, unsur Muspida Tigi serta para kepala dinas cabang se-wilayah Deiyai.
Lokasi pembangunan kantor bupati kabupaten Deiyai
Lokasi pembangunan kantor bupati kabupaten Deiyai telah disepakati bersama dalam sebuah pertemuan yang berlangsung Kamis (18/06) kemarin di ruang kelas SD Negeri Waghete telah menyepakati pihak keluarga menyerahkan lokasi pembangunan kantor bupati Deiyai kepada pemerintah. Penyerahan lokasi tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama tiga marga yang adalah pemilik ulayat wilayah sekitar lokasi tersebut. Hal tersebut seperti yang disampaikan salah satu mediator antar masyarakat pemilik dan pemerintah Kabupaten Deiyai Yan Giyai, S.Sos. MT kepada penulis melalui telpon seluler kemarin siang.
Yan, yang juga mantan Camat Tigi lama itu, menjelaskan bahwa sebelumnya masalah lokasi tanah ini dipersoalkan oleh berbagai pihak namun setelah pemerintah dan masyarakat duduk berunding maka telah membuahkan hasil untuk menyerahkan lokasi pembangunan kantor bupati Kabupaten Deiyai kepada Pemerintah.
Giyai yang juga alumlus APDN Yoka Jayapura itu menguraikan sejumlah persoalan yang dianggap persoalan dalam menyerahkan lokasi tersebut. Namun hal itu bisa berjalan dengan baik. Sebab masyarakat Tigi pada Umumnya dan khususnya pemilik ulayat sekitaya memahami akan pentingnya pembangunan bagi generasi di masa mendatang. Dan hal itu sesuai hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Negeri Papua yang diperkuatkan dengan Perda no.22 Tahun 2006 tentang kajian daerah lokasi Tigidouda sebagai lokasi pembangunan kantor Bupati Kabupaten Deiyai.
Dengan Peraturan Pemerintah 52 tahun 1996 mengenai Pembentukan Kabupaten Puncakjaya, Kabupaten Nabire dan pemindahan Ibukota Kabupaten Dari II Paniai. Kabupaten ini telah dimekarkan menjadi 3 Kabupaten, yaitu : Paniai (Enarotali), Nabire (Nabire), dan Puncak Jaya (Mulia). Dan sekarang untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, Paniai kembali menjadi induk dari 2 kabupaten baru, yaitu Intan Jaya (Sugapa) dan Deiyai (Waghete).
Kabupaten Deiyai, atau Tigi dengan ibukota Waghete, tidak dapat dikatakan baru sebagai ibukota Kabupaten (Onderafdelling, Belanda). Pada tahun 1961, di masa pejabat HPB (Hoofd can Plaatselyk Bestuur) Mr. Massairuc, Waghete merupakan ibukota Onderafdeling Tigi sebagai pemekaran wilayah Onderafdeling WisselMeren, Onderafdeling Tigi membawahi wilayah hingga distrik Nabire saat itu.
Kawasan sekitar tigi danau purba yang saling berdampingan ini pada Zaman Belanda dikenal dengan nama WisselMeren (danau-danau Wissel, danau dalam bahasa Belanda Mer, Meren=Jamak), merujuk pada nama seorang pilot berpangkat Letnan Dua (L) berkebangsaan Belanda beama Ir. F. J Wissel yang melihat sebuah danau besar dan 2 buah danau kecil di dekatnya dari ketinggian 1600-1800m dari permukaan laut, pada awal April 1937. Ketika itu, Wissel tengah menerbangkan pesawat untuk perusahaan Nederlands Nieuw Guinea Pertolium Matschaapij (NNGPM) dari serui menuju Aika ( Pantai Selatan Nieuw Guinea).
Penemuan Letnan Wissel ini kemudian ditindaklanjuti oleh Dr. J.W. Cator dengan mengadakan ekspedisi menuju pegunungan tengah dari arah selatan Nieuw Guinea, Fak-fak. Ekspedisi pertama Asisten Resident Fak-fak ini dimulai pada tanggal 18 September 1937 dengan menyusuri sungai Uta. Dari sungai Uta, perjalanan diteruskan dengan menyusuri sungai Urumuka dan memasuki wilayah pedalaman. Hinddal pada tanggal 3 dan 5 Oktober 1937, romobongan berhasil bertemu dan mengadakan kontak dengan sekelompok masyarakat pegunungan termasuk suku Kapauku (Kemudian dikenal juga dengan nama suku Ekari/Me). Perjalanan pulang ekspedisi ini membawa serta beberapa orang marga Zonggonau dari suku Moni sebagai penunjuk jalan. Setibanya di Uta, tiga orang di antara mereka dibawa ke Fak-fak untuk dijadikan penunjuk jalan dan jurubahasa pada perjalanan kedua.
Ekspedisi Cator yang kedua dilakuakan pada tanggal 3 Desember 1937 dengan rute perjalanan yang sama seperti yang dilalui saat ekspedisi yang pertama yaitu menyusuri sungai Uta menuju danau-danau tersebut. Perjalanan yang sulit terbayarkan dengan tercapainya danau Tigi pada tanggal 16 Desember 1937. Di antara dua ekspedisi tersebut, Cator bersama Controleur H.J. Wynmolen terbang menuju WisselMeren dibawah pimpinan Letnan dua (L) J.M. Van Olm. Rombongan yang terdiri dari dua pesawat terbang ini berhasil mendarat di danau Tigi tetapi tak berhasil berhubungan dengan masyarakat.
Tahun 1938, pemerintah Hindia Belanda mulai mempertimbangkan untuk membuka Pos Pemerintahan di kawasan danau-danau wissel. Dengan mengutus tim ekspedisi pimpinan Komisaris Dua Polisi Van Echoud ke kawasan danau-danau, maka rencana pembukaan Pos Pemerintahan Hindia Belanda di Enarotali, dan diresmikan pada tanggal 10 November 1938. Pejabat pertamanya adalah J.F. Stutterheim sebagai Assisten Controleur. J.F. Stutterheim menjabat sebagai Bestuur hingga pada February 1939, lalu digantikan oleh Dr J.V. de Brujin.
Provinsi Papua yang memiliki luas wilayah ± 319.036,05 Km2 dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah ± 2.152.823 jiwa, terdiri atas 26 (dua puluh enam) kabupaten dan 1 (satu) kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaran pemerintahan daerah dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kabupaten Paniai yang mempunyai luas wilayah ±10.984,66 Km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 berjumlah 112.127 jiwa, terdiri atas 21 (dua puluh satu) distrik. Kabupaten ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaran Pemerintahan Daerah.
Dengan luas wilayah dan besaya jumlah penduduk seperti tersebut diatas, pelaksanan pembangunan dan pelayanan lepada masyarakat Deiyai sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa perlu dibentuk dan diadakan pemekaran Kabupaten Paniai.
Undang-undang RI Nomor 55 Tahun 2008, akhirnya terwujud dan merupakan legalisasi secara formal atas terbentuknya Kabupaten Deiyai. Pembentukan Kabupaten Deiyai yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Paniai terdiri atas 5 (lima) distrik, yaitu Distrik Tigi, Distrik Tigi Timur, Distrik Tigi Barat, Distrik Bouwobado, dan Distrik Kapiraya. Kabupaten Deiyai memiliki luas Wilayah keseluruhan ±3.025 Km2 dengan penduduk ±62.998 jiwa. ( BAPPEDA KABUPATEN DEIYAI 2010 )