Berita Seputar Kabupaten Deiyai

Evaluasi Pemerintahan Daerah Tak Sekedar Tugas Pemerintah

Pemerintahan | Admin Deiyai | 15 Apr 2014 02:56 | Dilihat: 213 kali

DEIYAI - Diberlakukannya ekonomi daerah, adalah selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan pelayanan publik, juga untuk meningkatkan daya saing daerah. Tentu, bukan pekerjaan mudah untuk mewujudkan itu. Diperlukan pembinaan dan pengawasan, terhadap jalannya otonomi daerah. Tugas itu, tak semata kewajiban pemerintah pusat, namun juga publik perlu mengontrolnya. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah pusat sendiri sudah mempunyai instrument untuk mengawasi, membina dan mengevaluasi kinerja pemerintahan di daerah.

Diberlakukannya otonomi, memang menghadirkan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan, Sentralisasi ditinggalkan, diganti dengan desentralisasi. Orientasi juga berubah dari yang semua bersifat birokratif dan direktif, menjadi pemerintahan yang berorientasi kepada pelanggan, dalam hal ini masyarakat.

Atau orientasinya customer driven and service oriented government, kata Mendagri.

Karena itu, kata Mendagri, birokrasi dituntut menjadi pelayanan yang professional. Mental majikan harus dihilangkan. Profesionalitas, transparansi dan akuntanbilitas pun menjadi hal yang penting sebagai basis kinerja pemerintahan daerah di era otonomi. Implikasinya, pemerintah dituntut memiliki strategi berkelanjutan dalam meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu yang penting dari strategi itu adalah terkait dengan seperti apa model monitoring dan evaluasi kinerja pemerintahan daerah yang akan diterapkan.

Salah satu bentuk evaluasi yang telah secara rutin dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, adalah Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). Payung hukumnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD). Menurut Mendagri, EKPPD adalah sebuah model evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Fokus evaluasi sendiri adalah pengambilan dan pelaksanaan kebijakan.

Bahan utama bagi proses EKPPD, adalah Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang disusun berdasarkan hasil evaluasi mandiri Pemda terhadap berbagai dimensi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, kata Mendagri.

Namun, Mendagri mengakui, dari proses EKPPD yang sudah dilakukan, penyusunan data evaluasi mandiri yang menjadi bahan penyusunan LPPD, masih perlu pembinaan. Salah satu problemnya adalah belum kuatnya tradisi pemeliharaan data di lingkungan pemerintah daerah. Mendagri juga tak menampik, bila kemampuan aparatur pelaksana kegiatan monitoring dan evaluasi, perlu ditingkatkan lagi. Karena itu, ia berharap pihak di luar pemerintah bisa ikut berkontribusi. Karena tugas evaluasi tak semata menjadi tugas pemerintah. Termasuk, kalangan organisasi sipil.

Mendagri pun menyambut gembira hadirnya Indonesian Governance Index (IGI) yang dilansir oleh Kemitraan Patnership. Menurut dia, IGI bisa menjadi masukan berharga bagi pemerintah, terutama dalam proses evaluasi dan monitoring.

IGI, sebagai bentuk evaluasi eksternal dapat memperkuat dan melengkapi evaluasi internal yang sudah dilakukan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Tim Nasional Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, kata Mendagri.

Meski antara EKPPD dan IGI memiliki perbedaan dimensi dan indicator yang digunakan, namun kata Mendagri, hal itu bakal saling melengkapi. Bahkan apa yang dimuat dalam IGI, bisa menjadi bahan masukan berharga bagi pemerintah daerah, terutama dalam perencanaan dan penyusunan program pembangunan. Mendagri lantas berharap, evaluasi internal dan eksternal yang dilakukan pemerintah dan kalangan organisasi sipil, jangan dijadikan beban oleh pemerintah daerah. Tapi, evaluasi dan monitoring adalah bentuk keseriusan pemerintah untuk terus mengingatkan pemerintah daerah agar tidak mengabaikan transparansi dan akuntabilitas dalam kinerjanya.

Apabila, saat ini sudah diberlakukan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Terpisah, Direktur Eksekutif Kemitraan Wicaksono Saroso mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan pihaknya, sektor pendidikan masih dianaktirikan dalam program pembangunan di banyak daerah. Padahal, konstitusi dengan tegas mengamanatkan, anggaran porsi pendidikan mesti diutamakan. Alokasinya harus mencapai minimal 20 persen.

Hasil penelitian, sektor pendidikan belum menjadi prioritas di Indonesia. Faktanya, alokasi anggaran dari 33 pemerintah provinsi di Indonesia, tidak ada yang mencapai 20 persen dari total anggaran belanja. Amanat konstitusi belum dipenuhi, katanya.

Sementara, Senior Advisor Kemitraan, Abdul Malik Gismar, memaparkan hasil penelitian Kemitraan tentang Indeks Tata Kelola Pemerintahan. Hasilnya, ditemukan fakta kualitas perencanaan pembangunan daerah di Indonesia masih buruk. Dari 33 provinsi yang diteliti, hanya dua provinsi dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerahnya sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dua provinsi itu adalah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan DKI Jakarta.

Dari 33 provinsi, rata-rata nilainya hanya 3,55 dari nilai maksimal 10. Ini masih buruk, kata dia.

Hasil lengkap penelitian tentang Indeks Tata Kelola Pemerintahan, Provinsi Yogyakarta, menempati urutan pertama. Provinsi yang dipimpin Sultan Hamengkubuwono X, dinilai mempunyai sistem tata kelola pemerintahan yang baik dengan indeks 6,80. Posisi Kedua, ditempati Jawa Timur dengan indeks 6,43. Provinsi DKI Jakarta, berada diposisi ketiga dengan indeks 6,37. Sementara Provinsi Jambi, berada di posisi keempat, dengan indeks 6,24. Sedangkan posisi kelima, adalah Provinsi Bali dengan indeks 6,23.

 

 

sumber : www.kemendagri.go.id

Share post :