Berita Seputar Kabupaten Deiyai

Pemprov Papua Akan Berlakukan 3 KTP Di Papua

Pemerintahan | Admin Deiyai | 15 Apr 2014 08:34 | Dilihat: 197 kali

DEIYAI - Dalam beberapa tahun terakhir, migrasi di tanah Papua diduga makin meningkat. Untuk menekan laju migrasi, pemerintah provinsi Papua sedang berusaha agar segera memberlakukan 3 (tiga) jenis kartu tanda penduduk (KTP).

Memang tiap hari ada saja orang baru dari luar Papua. Salah satu cara mengatasinya adalah menerapkan tiga KTP, kata Sendius Wonda, Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi Papua, kepada wartawan belum lama ini di kantor Gubernur, Dok II, Jayapura, Papua.

KTP yang pertama, khusus untuk orang Papua. KTP kedua, bagi orang non Papua yang datang mencari kerja. Jika masa kontraknya sudah selesai, sewaktu-waktu bisa pulang ke daerahnya. KTP ketiga, orang non Papua yang hanya datang menemui keluarga dalam beberapa waktu terbatas, mungkin hanya satu minggu, tutur Sendius.

Kebijakan ini, kata dia, perlu diterapkan. Sebab jika tidak, menurutnya, ada kekhawatiran bahwa orang Papua makin tersingkir dan akan jadi minoritas di atas tanahnya sendiri.

Kecenderungan itu diakui Kepala Dinas Pengelolaan Teknologi Informasi Komunikasi Provinsi Papua, Arschipus Kaize.

Kata Kaize, membludaknya warga migran dari luar Papua merupakan masalah serius yang harus dilihat bersama.

Orang rambut keriting di tanah Papua sekarang mungkin hanya orang bagian Pegunungan saja. Kalau di di daerah pinggir pantai sudah dikuasai orang non Papua, kata Kaize.

Ia menyebut contoh beberapa kabupaten yang sudah dikuasai orang non Papua dan orang asli Papua (OAP) sudah menjadi minoritas, adalah Kabupaten Merauke, Sarmi, Keerom, Timika, dan Fakfak.

Untuk mengatasi arus migrasi, Kaize sepakat dengan KTP khusus yang diharapkan nantinya dapat membatasi masuknya orang non Papua ke tanah Papua.

Kaize pun menyambut baik upaya pemerintah provinsi Papua melalui Bagian Tata Pemerintahan yang sedang berjuang untuk harus ada KTP khusus.

Terkait hal itu, Yakobus Dumupa, Ketua Pokja Adat MRP, mengatakan, MRP sebagai lembaga kultur di atas tanah Papua, sudah beberapa kali menyampaikan usulan ke pemerintah Provinsi Papua untuk buat segera satu statemen yang melarang orang non Papua masuk ke tanah Papua dengan bebas.

MRP meminta hal itu segera diatasi, karena kalau dibiarkan, menurut Dumupa, lambat laun Orang Asli Papua akan tersingkir di atas tanah Papua.

Kami meminta, semua pintu masuk ke Papua harus ditutup, kata Dumupa.

Penulis sejumlah buku tentang Papua itu mencontohkan, semua pintu masuk untuk udara, harus dipusatkan di Biak dan untuk pintu masuk melalui laut, dipusatkan di Sorong.

Sorong dan Biak harus dibuka. Orang non Papua yang tidak berkepentingan, segera pulangkan saja, tegas Yakobus.

Kalangan Mahasiswa Papua di Jayapura menilai kebijakan tiga KTP itu sebuah solusi baik.

Itu kami dukung, karena orang pendatang biasa bebas masuk ke Papua, ujar Esau Mogo Tatogo, mahasiswa Universitas Ottow dan Geissler (UOG) Jayapura.

Hanya dia khawatir, jangan sampai hal itu sekadar wacana tanpa realisasi. “Kalau memang benar, jangan hanya kata-kata saja. Kami minta itu harus dilaksanakan dan diberlakukan,” kata Esau.

Dia berharap, upaya tiga KTP di provinsi Papua secepatnya diterapkan. Jangan sebatas isu dan kata-kata. Hari ini orang Papua jadi penonton, karena semua sektor dikuasai orang luar. Di semua daerah sudah banyak muka baru tanpa identitas jelas, ungkap Tatogo.

Di Kabupaten Paniai, kata Tatogo, tiap hari jumlah warga pendatang makin bertambah. Macam-macam profesi mereka geluti. Pedagang, tukang ojek, sopir, pegawai, aparat keamanan, dan sebagian tak jelas pekerjaannya.

Orang luar bebas masuk Papua, termasuk ke Paniai, karena memang tidak ada regulasi untuk batasi mereka. Jadi, KTP itu saya kira bagus untuk nanti perjelas tujuan dan lama mereka tinggal.

Aktivis Papua, Septi Meidodga pernah menyinggung soal meningkatnya jumlah penduduk non Papua. Kata dia, seluruh daerah lebih banyak didominasi penduduk non Papua, bahkan kepadatan penduduk meningkat tajam mengakibatkan Orang Asli Papua kian tertinggal di berbagai aspek kehidupan.

Septi minta hal ini harus diseriusi. MRP, kata dia, sebagai lembaga kultur punya kewajiban membela, mendengar keluhan masyarakat Papua perlu ada penegasan tentang perpindahan penduduk dari daerah (pulau) lain ke Tanah Papua.

Pemerintah harus kontrol masalah ini, perlu ada kebijakan dengan aturan yang tegas dalam membatasi warga baru ke Papua. Jangan seenaknya dapat KTP, ujar dia.

Pemerintah meski sudah hentikan program transmigrasi ke Tanah Papua, faktanya migrasi gelap masih terus berdatangan. Setiap kali kapal putih berlayar menuju Papua, pasti ada saja warga baru turun di setiap pelabuhan tujuan, mulai dari Sorong sebagai pintu masuk Tanah Papua.

Disinyalir, migrasi bebas mengurus KTP. Ini berbeda dengan anak Papua yang tiba di suatu kota studi di Pulau Jawa untuk tujuan kuliah, ketika mengurus KTP sulitnya minta ampun. Selalu dipersulit. Bahkan sampai kuliah selesai, tak pernah punya KTP.

Sampai kuliah mau selesai ini kitong semua tra punya KTP dari sini, kata salah satu mahasiswa Papua di Yogyakarta, awal Desember 2013.

Alasannya, menurut dia, Petugas biasa persulit kami. Dan, ini bukan hal baru, dari dulu kitong punya kakak-kakak senior yang kuliah dan selesai dari kota studi Yogyakarta selalu alami hal sama.

Mudahnya penduduk luar masuk ke negeri kaya ini, kata Septi, tentu saja berdampak pada eksistensi OAP. Sebab, seluruh pelosok Papua nyaris dikuasai warga pendatang.

Mereka beli lahan-lahan kosong. Di situ, rumah, kios, dan toko, dibangun. Aneka jenis usaha lain dikembangkan transmigran. Ya, semua lini kehidupan dikuasainya.

Diketahui, sejak tahun 1961 para transmigran didatangkan ke tanah Papua. Arso, Koya, Nimbokran, Taja, Lereh, Nabire, Mimika, Merauke, Manokwari, dan Sorong, adalah daerah sasaran transmigrasi kala itu.

Di sana, lahan baru dibuka, perumahan dibangun. Juga berbagai infrastruktur: jalan, jembatan, angkutan, listrik, telekomunikasi, dan fasilitas umum lainnya di Satuan Pemukiman (SP), nama kawasan transmigrasi.

 

 

sumber : www.nabire.net

Share post :